Statistik Blog

Selasa, 04 November 2014

Suasana Sore


Sebaiknya hari ini ada baiknya saya mengikuti saran ibu. Dengan memakai jaket berwarna hitam saat KKN dulu, saya kira suasana akan terkesan lebih kaya, dan tentu suasana pagi akan terbawa pada suasana sore. Di jalan, tentu saya mesti ekstra hati-hati karena satu hari dari dokter, saya pikir belum sepenuhnya saya harus pergi ‘merdeka’. Makanya, seperti biasa, saya mesti mengendarai motor itu pelan-pelan saja. Di rumah sakit, saya langsung disambut dengan sebuah kendaraan mobil berwarna putih yang parkir di depan rumah sakit atau sebuah klinik. Saya parkir di belakangnya, karena untuk masuk ke depan klinik terasa cukup sempit, kecuali kalau untuk sepeda atau sepeda motor kecil saja. Saya berjalan masuk ke klinik, mobil itu pergi, beberapa pasien sedang menunggu, tetapi saya tidak menemukan dokter dan penjaganya. Saya pikir saya harus dulu parkir motor yang berada di luar.
Beberapa menit dokter datang membawa sepeda motor, penjaga datang, saya langsung menuju meja tunggu melewati orang-orang yang sudah menunggu sejak awal. Merasa harus permisi karena melewatinya, saya pikir menggunakan body language cukup simple untuk mengungkapkan permohonan maaf saya untuk mendahului mereka. Berbeda memang dengan ayah atau ibu. Kalau bertemu orang, ayah atau ibu selalu mengajaknya untuk mengobrol hampir berjam-jam lamanya. Ayah dan ibu memang ahli mengobrol. Mungkin karena suasana lingkungan kantor mesti demikian, berkomunikasi adalah hal yang biasa.  Kemahiran berkomunikasi verbal, saya kira menurun pada kakak saya yang paling tua. Selain dibekali dengan ilmu pengetahuan managemen ekonomi, saya kira maklum kalau dalam hal berkomunikasi, kakak saya paling tua itu cukup ‘lihai’.
Dan saya kira, saya dan dua kakak saya lainnya mungkin agak sedikit ‘macet’ dalam berkomunikasi verbal. Mereka mungkin lebih lihai dalam hal kinestik yang banyak aktif dalam hal motorik atau kerja tangan, seperti mengendarai mobil atau mengoperasikan computer, bukan kerja lidah atau ekspektasi argumentasi. Dan mungkin sejak kecil, memang kami dididik supaya berbeda. Sangat jarang kami makan bersama. Lihat saja cara makannya. Kakak saya yang tertua orangnya selektif, ngacak, sedikit jail dan suka meramaikan suasana setempat. Lain halnya dengan kakak kedua, orangnya tenang, tidak banyak bicara, namun anehnya, lihat saja matanya, maaf, kalau makan matanya berputar-putar persis seperti almarhumah kakak almarhum ayah saya. Sedangkan kakak yang ketiga, kalau makan, sendok, piring, garpu dan gelas pada bunyi, persis seperti sedang main band aliran roker. Kami memang memiliki kelebihan, kekurangan, dan perbedaannya masing-masing. Akan tetapi tentu kami tetap bersyukur dan bangga, bahwa kami masih bisa berusaha memanfaatkan kenyataan ini dengan sebaik-baiknya, untuk sebuah nama, yaitu, peningkatan. ***