Sebaiknya hari ini ada baiknya saya mengikuti
saran ibu. Dengan memakai jaket berwarna hitam saat KKN dulu, saya kira suasana
akan terkesan lebih kaya, dan tentu suasana pagi akan terbawa pada suasana sore.
Di jalan, tentu saya mesti ekstra hati-hati karena satu hari dari dokter, saya
pikir belum sepenuhnya saya harus pergi ‘merdeka’. Makanya, seperti biasa, saya
mesti mengendarai motor itu pelan-pelan saja. Di rumah sakit, saya langsung disambut
dengan sebuah kendaraan mobil berwarna putih yang parkir di depan rumah sakit
atau sebuah klinik. Saya parkir di belakangnya, karena untuk masuk ke depan
klinik terasa cukup sempit, kecuali kalau untuk sepeda atau sepeda motor kecil
saja. Saya berjalan masuk ke klinik, mobil itu pergi, beberapa pasien sedang
menunggu, tetapi saya tidak menemukan dokter dan penjaganya. Saya pikir saya
harus dulu parkir motor yang berada di luar.
Beberapa menit dokter datang membawa sepeda motor,
penjaga datang, saya langsung menuju meja tunggu melewati orang-orang yang
sudah menunggu sejak awal. Merasa harus permisi karena melewatinya, saya pikir
menggunakan body language cukup simple untuk mengungkapkan permohonan
maaf saya untuk mendahului mereka. Berbeda memang dengan ayah atau ibu. Kalau
bertemu orang, ayah atau ibu selalu mengajaknya untuk mengobrol hampir
berjam-jam lamanya. Ayah dan ibu memang ahli mengobrol. Mungkin karena suasana
lingkungan kantor mesti demikian, berkomunikasi adalah hal yang biasa. Kemahiran berkomunikasi verbal, saya kira
menurun pada kakak saya yang paling tua. Selain dibekali dengan ilmu
pengetahuan managemen ekonomi, saya kira maklum kalau dalam hal berkomunikasi,
kakak saya paling tua itu cukup ‘lihai’.
Dan saya kira, saya dan dua kakak saya lainnya mungkin
agak sedikit ‘macet’ dalam berkomunikasi verbal. Mereka mungkin lebih lihai
dalam hal kinestik yang banyak aktif dalam hal motorik atau kerja tangan, seperti
mengendarai mobil atau mengoperasikan computer, bukan kerja lidah atau ekspektasi
argumentasi. Dan mungkin sejak kecil, memang kami dididik supaya berbeda. Sangat
jarang kami makan bersama. Lihat saja cara makannya. Kakak saya yang tertua
orangnya selektif, ngacak, sedikit jail dan suka meramaikan suasana setempat.
Lain halnya dengan kakak kedua, orangnya tenang, tidak banyak bicara, namun
anehnya, lihat saja matanya, maaf, kalau makan matanya berputar-putar persis
seperti almarhumah kakak almarhum ayah saya. Sedangkan kakak yang ketiga, kalau
makan, sendok, piring, garpu dan gelas pada bunyi, persis seperti sedang main
band aliran roker. Kami memang memiliki kelebihan, kekurangan, dan perbedaannya
masing-masing. Akan tetapi tentu kami tetap bersyukur dan bangga, bahwa kami masih
bisa berusaha memanfaatkan kenyataan ini dengan sebaik-baiknya, untuk sebuah nama,
yaitu, peningkatan. ***