Dunia Jurnalistik adalah dunia yang menyentuh dan mencakup
semua pembendaharaan verbalisasi dan visualisasi aktivitas holistik kemanusiaan. Lebih menukik lagi dunia
jurnalistik berusaha merekam seluruh fenomena komunitas kemanusiaan hingga
seluruh faktor yang melingkupinya sebagai sebuah realitas mafhum yang kemudian
dibingkai kedalam sebuah media semisal newspaper,
film, music, photography, hingga tampak layak untuk dikonsumsi publik
sebagai menu makanan siap
saji dan sebuah referensi yang membangun sebuah kualitas dan karakteristik
system makrokosmik maupun system mikrokosmik. Check and recheck atau tabayyun
dan cover both side attitude atau wasathon
terhadap sebuah realitas, opini, dan pemberitaan yang dikenal dalam dunia
jurnalistik, bukan hanya semata sebagai pondasi dasar, akan tetapi menjadi
sebuah ruh dan energi yang serta merta membentuk lingkaran seperti halnya bola
es yang menggelinding membesar hingga tampak seperti bangunan real mahakarya naturalistik yang tidak
hanya sekedar memberikan sebuah referensi semata namun menjadi sebuah travelling kejiwaan yang merilekkan
sebentar, karena aktivitas keseharian begitu mencekam. Spielberg, barangkali memotretnya
dan kemudian mendefinisikannya sederhana sebagai sebuah serpihan-serpihan
mungil namun berkualitas untuk sebuah mahakarya layar lebar.
Seakan tidak akan pernah mati, aktivitas membaca kemudian
menjadi sebuah aktivitas bawah sadar dan aktivitas yang disadari karena
memiliki daya dan kekuatan yang luar biasa. Itulah mungkin beberapa alasan
sederhana, kenapa dalam dunia civitas akademika kemahasiswaan, tradisi untuk membaca
sumber referensi bacaan lebih banyak secara mandiri, menjadi aktivitas ‘wajib’
yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa. Tentu saja bukan hanya sekedar
memindahkan beberapa deret kalimat dalam sebuah karya tulis, namun mereka
dibentuk menjadi pribadi yang lihai dan terampil dalam menghadapi berbagai
bentuk keadaan dan situasi. Dan modal dasar ini pun seringkali diketemukan
dalam dunia realitas sesungguhnya tanpa seseorang harus melewati jalur formal
akademik sekalipun. Otodidak atau belajar secara mandiri atau
bercermin pada kehidupan sesungguhnya sudah menjadi bahasa umum yang sudah tidak asing lagi. Berbekal kemauan
yang keras, siapapun dapat menjadi apapun sesuai dengan kadar dan tingkat kemampuan
yang dimilikinya. Membaca, tidak hanya sebuah aktivitas yang menyenangkan, akan
tetapi membaca adalah sebuah aktivitas perjalanan ruhiyah yang turut membuka
lebar luas seseorang dalam melihat keseluruhan alam semesta ini.
Biduan, olahragawan, entrepreneurship
kewirausahaan, guru, dokter, investor,
wartawan, pekerja lepas, atau leadership,
adalah sederetan profesi dan peran yang tidak hanya terbentuk satu atau dua
hari saja, akan tetapi mereka tentu menyusuri perjalanan panjang penuh
liku hingga mereka menemukan seluruh kesejatian dirinya. Selain karena
perkenan takdir dan nasib, karena bentukan perilaku alam dan cerdas membaca fenomena alam dan fenomena
sosial, pada akhirnya siapapun bisa saja mendapatkan profesi dan peran tersebut
secara alamiah ataupun ilmiah. [AF]