Statistik Blog

Sabtu, 09 Agustus 2014

Universalitas Metafisika


 
             Tidak ada yang tahu benar, kapan dunia beserta isinya mulai berada. Akan tetapi mensiasati laju perkembangan sistem biologis anatomis beserta kebutuhannya, selain merupakan sebuah pekerjaan rumah yang tiada akhir, bagi sebagian mereka yang cenderung berpikir efektif dan simple, langkah tersebut justru bukan hanya sekadar mengharapkan kenyamanan dini, namun serta merta mereka seringkali berasumsi bahwa hal-hal dan strategi tersebut akan lebih melebarluaskan rasa nyaman dikemudian hari. Kebanyakan orang seringkali mendefinisikan kemudian, bahwa kesuksesan bukan hanya sekedar berbentuk material fisik semata, namun seperti halnya sisi mata uang, sistem spiritual adalah bentuk wajah permanen lainnya yang kadang tak terlihat dan bersifat kasat mata namun diam-diam ia dinilai sebagai energi yang menyerupai jantung, memompa darah ke seluruh sel-sel syaraf tubuh, dan menggerak hidupkan seluruh bangunan biologis anatomis siapapun. Aspek spiritual, sebagian para cendekiawan dulu seringkali menyebutnya ia berada dalam ruh, kalbu atau hati. Anak-anak, orang tua, mungkin teringat sebuah ilmu pengetahuan lama, bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya. Dan segumpal daging itu adalah hati atau ruh.  

            Menjaga hati memang tidak mudah. Ia tidak seperti menangkap seekor belut, menangkap  ayam, menangkap nyamuk, menangkap ikan, atau menangkap seekor burung sekalipun. Selain karena hati berpotensi inkonsisten tidak tetap dan selalu berubah-ubah serta berinteraksi luas dengan dunia eksternal (luar), kekonsistenan dan ketetapan hati terbentuk bukan hanya karena ikhtiar egosentrisme semata, namun kekuatan dan kekonsistenan hati terbentuk karena faktor-faktor lainnya yang turut menguatkan. Ia bisa datang dari kekuatan diri sendiri atau faktor genetitas bawaan sejak lahir, ia bisa datang dari kekuatan daya motivasi dari anggota keluarga seorang ayah, ibu atau saudaranya, lingkungan setempat pun seringkali menjadi referensi sumber penguat yang turut membentuk kepribadian dan kekuatan individu itu sendiri. Tidak jauh berbeda dalam memilih menu makanan atau sumber referensi ilmu pengetahuan yang tersebar luas di alam semesta ini, terbentuknya kekuatan hati pun bukan hanya karena ikhtiar insting alam bawah sadar dan keserbatidaksengajaan semata, namun ia terbentuk karena kecerdasannya dalam mendayagunakan waktu yang tersedia, redefinisi dan konfigurasi aktivitas, managerial potensi kelebihan dan kekurangan sistem biologis pribadinya, dan seberapa banyak kekayaan materi-imaterial yang tersedia untuk membentuk bangunan karakteristek yang diinginkan. Sederhananya, sebuah visi menyadarkan akan ‘menjadi bentuk apa’ yang diinginkan, sebuah misi menyadarkan tentang bagaimana mewujudkan bentuk tersebut yang diinginkan.    

            Kecerdasan dan kekuatan kemudian menjadi sesuatu yang mahal. Karena ia tidak datang sendirinya, bersifat instan berjangka pendek, atau kun fayakun, jadilah maka jadi. Akan tetapi ia terbentuk karena ilmu pengetahuan yang cukup, perjuangan keras, perkenan sistem internal eksternal yang mengiringi dan menguatkannya,  dan selebihnya memang mau tak mau, siapapun diberikan kesadaran dan kelapangan luas untuk meyakini jelas bahwa setiap individu itu memiliki garis kehidupan dan peranannya masing-masing yang telah ditetapkan sejak dulu oleh Yang Maha Kuasa. [AF]