Ukuran
sepedanya jauh lebih besar dari tubuhnya. Sepeda itu ia naiki, sepeda itu melaju
lurus, sepeda itu sedikit berbelok, dan miringlah sebagian pagar dari beberapa
pagar-pagar kayu lainnya. Ia tidak menangis, sebab sepeda itu terlihat begitu
besar dari tubuhnya. Tiada pria berkumis tipis, berkopiah hitam, kebunnya
rindang bertalikan ayunan mainan, namun yang sedikit terdengar adalah ayam-ayam
yang berkokok sedikit melengking seperti suara rem yang melengking sebelum
waktunya. Pria yang baik, pria itu pemilik pagar-pagar yang terbuat dari kayu
itu. Akan tetapi sayangnya, ayam itu tidak berkeliaran kemana-mana, sebab
kandangnya begitu teduh dan begitu menentramkan. Setelah shubuh, layang-layang
di atas genting beberapa meter, biasanya saling berkejar-kejaran bebas bukan
hanya karena ingin memamerkan suaranya, namun pertemuan dua layangan itu,
seperti dua sejoli yang satunya ingin pergi entah kemana, atau mereka leluasa mengikuti
irama angin atau mengikuti irama arah angin. Sepeda itu lebih besar dari
tubuhnya. Sepeda itu ia naiki, sepeda itu melaju lurus, sepeda itu sedikit
berbelok, dan masuklah ia ke dalam selokan.
Einstein,
beberapa dekade kemudian dikenal sebagai seorang pria yang tidak pantang
menyerah. Meskipun dinilai sebagai keturunan Yahudi dan otobiografinya pernah
dilansir kedalam sebuah layar lebar, karena kegigihannya beberapa kali melakukan
eksperimen dan selalu mengalami kesalahan, pada akhirnya ia menemukan teori
relativisme sebagai paradigm atomisme yang cukup menggemparkan dunia. Dan Albert sebenarnya tidak hanya mahir dalam
ranah fisika semata. Selain menyentuh dunia estetika, beberapa teori dan
pemikirannya yang sederhana pun pernah sedikit menyinggung tentang kendaraan
sepeda. Menurutnya kehidupan begitu terlihat jelas hanya ketika seseorang
sedang mengendarakan sebuah sepeda. Dalam mengendarakan sepeda seseorang begitu
berusaha menjaga keseimbangannya sehingga mereka tidak sadar bahwa begitu mudahnya
mengendalikan sepeda tidak seperti ketika seseorang hendak memulai untuk mengendalikan
sepedanya. Menurutnya, bersepeda itu sangat menyenangkan dan melatih
keseimbangan. Kendaraan, oleh beberapa
filosofis kuno lainnya dikenal sebagai sebuah analogis dan perumpamaan yang
lebih luas. Dunia pun dinilai sebagai sebuah kendaraan. Ia bukan merupakan
tujuan, namun sebagai ruang, alat, dan jembatan untuk mencapai kehidupan akhir,
dimana para pemuka kaum religiawan menyebutnya sebagai nirwana suwarga yang
tidak mengenal batas, sebagai sebuah penghargaan tertinggi bagi mereka yang
meyakini dan berbuat amal baik yang telah ditentukan oleh Tuhannya. Innaladziina aamanuu wa’amilushoolihiati
ulaaika ashaabul jannah hum fiiha khooliduun. Sesungguhnya orang yang
beriman dan melakukan amal sholih, mereka itu adalah penghuni surga dan mereka
kekal didalamnya.
Bersepeda
atau berkendaraan memang memiliki kepuasan tersendiri. Selain menyehatkan, sedikit
berbeda dengan jalan-jalan, berkendaraan pun membutuhkan sedikit sinergis dan
kolaborasi saling menguatkan diantara satu dengan satu yang lainnya. Dan yang lebih
penting, baik itu jalan-jalan maupun berkendaraan, permasalahan umumnya adalah bagaimana
mengetahui dan memahami lebih jelas peta perjalanan, rambu-rambu berkendaraan,
dan jelas mengetahui benar bagaimana cara merawat kendaraan itu sendiri. Selain
karena alasan faktor kenyamanan dan kelanggengan, mengetahui tata-tertib apapun
kapanpun dimanapun setidak-tidaknya itu akan lebih melancarkan sebuah
perjalanan itu sendiri. Konfutze, filosofis klasik kuno, meringkasnya lebih
jauh bahwa perjalanan jauh itu sebenarnya selalu diawali satu langkah. [AF]