Husnuzhon, dalam tradisi seorang muslim
dikenal kemudian sebagai perilaku berbaik sangka terhadap setiap fenomena atau
gejala yang timbul dalam kehidupan sehari-sehari yang senantiasa ‘menteror’
dimensi fisik dan kejiwaan seseorang atau institusi. Fenomena yang seringkali
sadar tidak sadar terkadang menghantui setiap individu maupun institusi
tersebut tidak terkecuali seperti halnya timbulnya perasaan was-was karena
takut tidak naik kelas, hubungan asmara yang berkali-kali kandas di tengah
jalan, keinginan orang tua yang tidak sesuai dengan keinginan anak, gaji yang
tidak kunjung naik, biaya kehidupan yang terus meroket, target kerja yang tidak
tercapai, atau suasana kehidupan yang semakin tidak jelas kemana arah yang akan
tertuju. Padahal arus informasi komunikasi semakin terbuka lebar, termasuk
dunia online atau e-commerce, dimana Indonesia termasuk
urutan ketiga setelah Amerika dan Jepang sebagai user terbanyak atau 30
persen dari jumlah penduduknya disinyalir sebagai pengguna internet aktif.
Menurut tribun jabar, masyarakat Indonesia rata-rata menggunakan
perangkat internet dalam seharinya hingga mencapai 5 jam 27 menit dalam seharinya.
Dari
realitas tersebut, bisa dibayangkan, perangkat komputer atau smart phone semakin berkemungkinan terus
diproduksi, penggunaan listrik terus meningkat, pulsa elektronik semakin laku
di pasaran, berbagai produk penunjang internet seperti halnya bahan pustaka
semakin terus diproduksi, jumlah pendaftar rekening bank semakin meningkat
karena ada asumsi bahwa transfer via bank lebih efisien dibandingkan dengan
kartu kredit. Jelasnya, kondisi perekonomian setempat akan terus meningkat. Sementara
di waktu yang bersamaan, seandainya para user
maupun server tidak mampu memanage
gaya hidup dalam ber-online atau e-commerce sebagai gaya hidup yang sudah
menyandu, tentu saja hal tersebut akan berdampak tidak sehat dalam kehidupan
sosial, ekonomi maupun kependidikan. Para pembaca mungkin seringkali mendengar
atau melihat berita dalam internet, surat kabar atau televisi, seperti halnya
fenomena terkini oknum PNS yang berperilaku amoral di dunia online lalu
ternyata diduga oknum tersebut adalah mantan kekasih seorang artis yang
kemudian menjelaskan lebih detail atas perilakunya tersebut, atau fenomena lagu
lama perselingkuhan, kekerasan para pelajar, seks commercial online, hecker attitude sebagai perilaku politic statement, seringkali diduga sebagai akibat dari gaya hidup online yang sudah mewabah
tersebut. Padahal kalau mau jujur dalam kehidupan non online pun fenomena tersebut sudah sejak lama terjadi dan sudah
terpublikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Simak saja misalkan tentang
kisah Adam historis di suwarga sebagai timbulnya permulaan kehidupan di dunia dan
sebagai penentu bagaimana suasana akhir kehidupan kelak di akherat.
Dulu,
dalam kurikulum 2004, terutama di mata pelajaran komputer, pelajaran internet
adalah pelajaran yang disejajarkan dengan pendidikan akhlak. Seorang siswa,
dalam waktu yang bersamaan, selain mesti menguasai dunia internet, mereka pun
mesti mendalami pelajaran akhlak agar mereka dapat memiliki daya kekuatan
moralitas dalam menghadapi dunia internet yang terkadang penuh tantangan,
kreativitas, dan ‘sedikit nakal’. Disertai pengawasan intensif dari keluarga
dan sinergisitas masyarakat untuk memiliki goodwill
ke depan, agar suasana kehidupan lebih baik, kehidupan online/e-commerce dan offline, bisa saja diprediksi akan
tumbuh pesat, dimana kehidupan akan lebih sehat, lebih sejahtera, dan individu,
masyarakat, atau institusi memiliki positive
paradigm (husnuzhon) dan semangat
terus untuk menghadapi berbagai macam tantangan kehidupan yang berbeda-beda di setiap
waktu dan zamannya. [AF]