Statistik Blog

Selasa, 02 September 2014

Berhusnuzhon di Dunia E-Commerce



            Husnuzhon, dalam tradisi seorang muslim dikenal kemudian sebagai perilaku berbaik sangka terhadap setiap fenomena atau gejala yang timbul dalam kehidupan sehari-sehari yang senantiasa ‘menteror’ dimensi fisik dan kejiwaan seseorang atau institusi. Fenomena yang seringkali sadar tidak sadar terkadang menghantui setiap individu maupun institusi tersebut tidak terkecuali seperti halnya timbulnya perasaan was-was karena takut tidak naik kelas, hubungan asmara yang berkali-kali kandas di tengah jalan, keinginan orang tua yang tidak sesuai dengan keinginan anak, gaji yang tidak kunjung naik, biaya kehidupan yang terus meroket, target kerja yang tidak tercapai, atau suasana kehidupan yang semakin tidak jelas kemana arah yang akan tertuju. Padahal arus informasi komunikasi semakin terbuka lebar, termasuk dunia online atau e-commerce, dimana Indonesia termasuk urutan ketiga setelah Amerika dan Jepang sebagai user terbanyak atau  30 persen dari jumlah penduduknya disinyalir sebagai pengguna internet aktif. Menurut tribun jabar, masyarakat Indonesia rata-rata menggunakan perangkat internet dalam seharinya hingga mencapai 5 jam 27 menit dalam seharinya.  

            Dari realitas tersebut, bisa dibayangkan, perangkat komputer atau smart phone semakin berkemungkinan terus diproduksi, penggunaan listrik terus meningkat, pulsa elektronik semakin laku di pasaran, berbagai produk penunjang internet seperti halnya bahan pustaka semakin terus diproduksi, jumlah pendaftar rekening bank semakin meningkat karena ada asumsi bahwa transfer via bank lebih efisien dibandingkan dengan kartu kredit. Jelasnya, kondisi perekonomian setempat akan terus meningkat. Sementara di waktu yang bersamaan, seandainya para user maupun server tidak mampu memanage gaya hidup dalam ber-online atau e-commerce sebagai gaya hidup yang sudah menyandu, tentu saja hal tersebut akan berdampak tidak sehat dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun kependidikan. Para pembaca mungkin seringkali mendengar atau melihat berita dalam internet, surat kabar atau televisi, seperti halnya fenomena terkini oknum PNS yang berperilaku amoral di dunia online lalu ternyata diduga oknum tersebut adalah mantan kekasih seorang artis yang kemudian menjelaskan lebih detail atas perilakunya tersebut, atau fenomena lagu lama perselingkuhan, kekerasan para pelajar, seks commercial online, hecker attitude sebagai perilaku politic statement,  seringkali diduga sebagai akibat dari gaya hidup online yang sudah mewabah tersebut. Padahal kalau mau jujur dalam kehidupan non online pun fenomena tersebut sudah sejak lama terjadi dan sudah terpublikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Simak saja misalkan tentang kisah Adam historis di suwarga sebagai timbulnya permulaan kehidupan di dunia dan sebagai penentu bagaimana suasana akhir kehidupan kelak di akherat.

            Dulu, dalam kurikulum 2004, terutama di mata pelajaran komputer, pelajaran internet adalah pelajaran yang disejajarkan dengan pendidikan akhlak. Seorang siswa, dalam waktu yang bersamaan, selain mesti menguasai dunia internet, mereka pun mesti mendalami pelajaran akhlak agar mereka dapat memiliki daya kekuatan moralitas dalam menghadapi dunia internet yang terkadang penuh tantangan, kreativitas, dan ‘sedikit nakal’. Disertai pengawasan intensif dari keluarga dan sinergisitas masyarakat untuk memiliki goodwill ke depan, agar suasana kehidupan lebih baik, kehidupan online/e-commerce dan offline, bisa saja diprediksi akan tumbuh pesat, dimana kehidupan akan lebih sehat, lebih sejahtera, dan individu, masyarakat, atau institusi memiliki positive paradigm (husnuzhon) dan semangat terus untuk menghadapi berbagai macam tantangan kehidupan yang berbeda-beda di setiap waktu dan zamannya. [AF]